BPBD Gunungkidul : Hingga Juni, Tak Ada Permintaan Dropping Air

GUNUNGKIDUL – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul menyebut sampai dengan akhir bulan Juni 2025 ini belum ada permintaan droping air dari warga yang daerahnya rawan kekeringan.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, BPBD Gunungkidul, Sumadi mengatakan, sejak dasarian III April lalu sebagian wilayah Gunungkidul masuk pada musim kemarau. Akan tetapi, kemarau tahun ini berbeda dengan kemarau tahun lalu.

Hal tersebut dikarenakan musim kemarau tahun ini lebih basah dibandingkan tahun sebelumnya. Yang artinya, meski sudah memasuki musim kemarau namun hujan masih sering turun di wilayah kabupaten Gunungkidul.

“Memang tahun ini kemaraunya cenderung basah. Hal ini terlihat dari hujan yang masih sering turun beberapa waktu terakhir, bahkan tergolong lebat,”ucap Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Gunungkidul, Sumadi.

Ia menjelaskan, sampai dengan Juni ini belum ada permintaan droping air di wilayah-wilayah yang rawan kekeringan di Gunungkidul, sebab ketersediaan air warga masih dirasa cukup aman untuk memenuhi kebutuhan mereka.

“Sejauh ini masih belum ada permintaan,” jelasnya.

Meski demikian, warga diminta untuk bijak dalam menggunakan air bersih. Tahun ini, pemerintah menyediakan anggaran untuk droping air bilamana warga kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

Lebih lanjut Sumadi mengungkapkan, tahun 2025 ini BPBD Gunungkidul menganggarkan pengadaan untuk kebutuhan air bersih sebanyak 1.500 tangki air bersih. Nantinya, air akan didistribusikan juga sudah ada permintaan dari warga melalui kalurahan atau kapanewon.

“1.500 tangki untuk pemenuhan kebutuhan air warga terdampak kekeringan,” imbuhnya.

Selain anggaran di BPBD Gunungkidul, beberapa kapanewon yang masuk dalam kategori rawan kekeringan juga memiliki anggaran tersendiri untuk droping.

Diantaranya kapanewon Girisubo, Rongkop, Tepus, Tanjungsari, Panggang, Purwosari, Paliyan, Semanu, Patuk, Gedangsari, dan Nglipar. Nantinya jika warga sudah mulai kesulitan air, anggaran ini bisa langsung digunakan untuk droping.

Jika nantinya pada puncak kemarau permintaan air meningkar dan anggaran di kapanewon telah habis, maka pemenuhan droping air di wilayah tersebut bisa mengakses ke BPBD Gunungkidul.

“Sebenarnya saat ini sudah masuk musim kemarau, tetapi masih ada potensi hujan jadi ketersediaan di daerah rawan itu masih aman,” pungkas dia.

Sebelumnya, Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika BMKG Yogyakarta memprediksi, kemarau di Bumi Handayani akan mulai di dasarian III April 2025 meliputi wilayah Gedangsari, Patuk, Nglipar, Ngawen, Semin, Ponjong, dan sebagian Karangmojo.

Selanjutnya di Dasarian I (awal) Mei masuk di Gunungkidul bagian tengah dan selatan seperti Playen, Wonosari, Paliyan, Saptosari, Tanjungsari, Tepus, Girisubo, Rongkop, sebagian Karangmojo dan Ponjong.

“Musim kemarau tahun ini diprakirakan netral, tetapi sifat hujannya atas normal sehingga lebih basah daripada biasanya. Puncak kemarau diprediksi akan terjadi pada Juli mendatang dan akhir musim kemarau diprediksi akan terjadi pada Dasarian III September sampai dengan Dasarian II Oktober 2025,” ucap Kepala Stasiun Klimatologi DIY, Reni Kraningtyas.

Pihaknya menghimbau agar masyarakat tetap menjaga kesehatan dan pola makan mereka. Sebab di kondisi cuaca yang demikian mudah terpapar penyakit misalnya batuk, pilek, flu dan lainnya. Selain itu juga waspada akan potensi bencana di wilayah masing-masing seperti hujan lebat dan angin kencang di musim peralihan ini.

Termasuk mempersiapkan terjadinya bencana kekeringan di sejumlah daerah yang menjadi langganan kekeringan. Pun juga tindakan antisipasi lainnya seperti mempersiapkan pola tanam yang sesuai dengan kondisi sebagai antisipasi gagal panen di musim kemarau.

“Meski kemarau tahun ini masuk dalam kategori kemarau basah namun kami mengimbau agar masyarakat bijak dalam pemanfaatan air dan melakukan antisipasi dampak kekeringan yang ekstrem,” pungkas dia.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *