GUNUNGKIDUL – Ruwatan adalah tradisi dan ritual yang sering dilakukan oleh masyarakat Jawa tak terkecuali di Kabupaten Gunungkidul. Ruwat berasal dari bahasa Jawa yang memiliki arti luwar atau dilepaskan atau dibebaskan.
Ritual ini dilakukan sebagai upaya untuk penyucian atau pembebasan diri dari kesialan atau malapetaka baik individu, kelompok maupun masyarakat secara umum. Selain itu juga bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dan harmonisasi hidup antara manusia, alam, serta Tuhan.
Dulunya, ruwatan sering dilakukan oleh masyarakat Gunungkidul untuk mengusir hal-hal negatif di keluarga atau di suatu daerah. Sebagai contohnya, dalam 1 keluarga memiliki anak 4 laki-laki, atau hanya memiliki 1 anak tunggal dan lainnya sehingga haru dilakukan ruwatan untuk membuang sial dalam keluarga.
Atau misalnya di suatu daerah terjadi kesialan secara terus menerus, maka warga mengadakan ruwatan disesuaikan dengan keadaan daerah mereka.
Dalam pelaksanaannya pun tidak bisa sembarang, ada beberapa yang harus dipenuhi. Adapun proses ruwatan dilakukan potong rambut, melarung atau menanam potongan rambut, penyiapan sesajen, tirakat, hingga wayangan ruwat.
Kemudian ada beberapa sesaji yang harus disiapkan, mulai dari hasil bumi, pakaian dan sejumlah komponen lain yang tidak boleh tertinggal.
Wayang ruwatan pun dilakukan oleh dalang yang menguasainya. Sebab lakon yang dibawakan adalah lakon khusus dan berbeda dengan pagelaran wayang pada umumnya.
Belum lama ini, tepatnya pada 10 Mei 2025 lalu Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih mengadakan ruwatan di Bangsal Sewoko Projo. Ritual ruwatan tidak hanya dilakukan untuk dirinya sendiri melainkan juga untuk seluruh jajaran pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
“Jadi ruwatannya atas nama Bupati Gunungkidul, meruwat sukerta untuk bisa memimpin Gunungkidul dengan jujur,arif adil bijaksana dan seluruh perangkat daerah diberikan keselamatan dalam memimpin hingga akhir masa tugasnya. Artinya saya sebagai simbolnya tetapi untuk meruwat semua jajaran OPD kita dan pemerintah khususnya masyarakat Gunungkidul” jelas Bupati Gunungkidul, Endah Subekti.
Menurutnya, tradisi ruwatan harus tetap dijaga dan dilestarikan. Sebagai pemimpin Gunungkidul dirinya berharap masyarakat juga tetap menjaga dan melakukan tradisi-tradisi peninggalan leluhur.
“Sebagai orang Jawa jangan sampai lupa atau tidak tahu akan adat, tradisi dan budaya yang dimiliki. Atau kalau bahasa kita wong Jowo aja ilang Jowone,” ucap Endah. Ketua Paguyuban Dalang Muda Gunungkidul (Gundala), Albertus Juang Perkasa mengatakan Kabupaten Gunungkidul memiliki banyak sekali dalang baik yang junior masih anak-anak maupun mereka yang sudah senior puluhan berkecimpung dalam pedalangan. Namun untuk dalang ruwat sendiri hanya ada beberapa yang menguasai.
Salah satu dalang ruwat kawakan yang telah puluhan tahun berkecimpung dalam peruwatan, adalah Ki Cermo Joyo Simun. Dirinya lah yang melakukan ruwatan bupati Gunungkidul beberapa waktu lalu.
“Untuk ruwatan ini memiliki lakon tersendiri. Kebetulan Ki Dalang Simun ini menguasai dan memiliki lakon wayang untuk ruwatan. Ini merupakan salah satu aset daerah yang patut diapresiasi,” terang Ki Juang Perkasa.
Lebih lanjut Juang mengatakan, ada banyak sekali lakon yang sering ditampilkan oleh Ki Dalang Simun saat digelar ruwatan. Dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melalui Kundha Kabudayan Gunungkidul bersama dengan Pepadi Gunungkidul kemudian membuat buku tentang lakon atau singgit yang dimiliki dalang ruwat tersebut.
“Ada banyak lakonnya kemudian agar dikemudian hari ada penerus dalang ruwat maka lakon-lakon yang sering dibawakan oleh Ki Simun ini dibukukan, sehingga siapa saja yang ingin belajar bisa melalui buku tersebut,” sambungnya.