GUNUNGKIDUL – Kabupaten Gunungkidul merupakan daerah yang kaya akan adat, tradisi, dan budaya. Salah satu tradisi dan budaya dari ratusan tahun silam yang masih tetap lestari hingga sekarang adalah tradisi Apem Conthong. Tradisi ini senantiasa dijaga oleh warga Kalurahan Sodo, Kapanewon Paliyan, Gunungkidul. Dari waktu ke waktu, terus-menerus.
Carik Sodo, Dadang Nugroho mengatakan tradisi apem conthong atau apeman sudah ada sejak nenek moyang mereka tepatnya sejak zaman Ki Ageng Giring III. Hingga saat ini masih terus dilestarikan oleh warga Kalurahan Sodo setiap tahunnya.
“Tradisi Apem Conthong digelar oleh warga setelah musim panen jagung,” kata Dadang Nugroho, Kamis (03/02/2025)
Tradisi ini sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rezeki yang diterima selama satu tahun terakhir. Selain itu wujud pengingat warga kepada kodrat makhluk ciptaan Allah atas segala sesuatu yang terjadi di kehidupan manusia.
Dadang menambahkan, tradisi apem conthong ini biasanya diselenggarakan oleh warga Sodo antara Bulan Februari atau Maret. Tepatnya setelah warga selesai melakukan panen jagung.
“Kebetulan tahun ini awal Februari warga sudah selesai memanen jagung sehingga kemudian digelarlah tradisi ini,” terangnya.
Biasanya usai panen jagung dan menjelang pelaksanaan tradisi ini, selama beberapa hari warga Sodo disibukkan dengan pembuatan apem conthong yang berbahan baku dari jagung tersebut.
Hampir seluruh rumah membuat makanan tradisional ini, kemudian biasanya dibagikan ke sanak saudara dan teman yang berada di luar Sodo.
“Bahan bakunya dari jagung, tepung dan gula jawa kemudian diaduk. Barulah adonan ini dibungkus daun pisang dan dikukus. Masing-masing bahan serta bentuk apem ini sendiri memiliki makna tersendiri,” jelasnya.
Puncak tradisi apem conthong akan diselenggarakan pada Kamis malam tepatnya malam Jumat. Apem conthong yang telah dibuat oleh warga ini akan dibuat seperti gunungan. Selain yang dibawa berwujud gunungan, warga juga akan membawa yang sebelumnya telah diolah di rumah.
Warga berkumpul di Makam Ki Ageng Giring yang berada di Kalurahan Sodo. Mereka akan melakukan doa bersama sesuai dengan tradisi seperti biasanya. Baru kemudian apem akan dibagi-bagi. Ritual Kenduri pun biasa dilaksanakan di balai kalurahan setempat seusai berdo’a di Makam Ki Ageng Giring.
“Tradisi apem conthong merupakan sarana warga kami untuk bersedekah atas hasil bumi yang mereka dapatkan,” sambung Lurah Sodo, Sunaryo
Keunikan tradisi Apem Conthong ini tak hanya diakui secara lokal saja melainkan secara nasional. Pemerintah pusat pun beberapa waktu lalu telah memutuskan bahwa tradisi ini menjadi warisan budaya asli Gunungkidul yang diakui oleh pemerintah.
Bupati Gunungkidul, Sunaryanta mengapresiasi atas semangat dan ketekunan masyarakat Kalurahan Sodo dalam melestarikan budaya dan tradisi yang ada di wilayah mereka.
Ia berharap meski zaman terus berkembang pesat, tradisi semacam ini tidak ditinggalkan dan terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Sehingga akan tetap abadi dan tidak tergerus oleh perkembangan zaman yang semakin modern.
“Tradisi seperti ini menjadi salah satu perekat kebersamaan warga. selain itu juga sebagai bentuk berbagi atau sedekah terhadap sesama,” ucap Sunaryanta.
Salah seorang warga Sodo, Tina mengatakan, tradisi apem conthong sudah dimulai. Beberapa sudah membuat untuk dibagikan ke sanak saudara mereka yang ada di luar Kalurahan Sodo. Tradisi ini hanya dimiliki oleh Kalurahan Sodo.
“Banyak warga dari daerah lain yang ke Sodo hanya untuk melihat proses pembuatannya, mencicipi apemnya dan melihat tradisi yang dilakukan oleh warga Sodo ini,” kata dia.