Monumen Jenderal Soedirman berdiri menjulang setinggi kurang lebih tiga meter di komplek objek wisata Gua Pindul, Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk dapat mencapainya kita harus melewati 180 anak tangga menanjak yang penuh dengan daun-daun kering – berserakan hampir di semua penjuru.
Monumen tersebut berupa tugu yang didirikan pada 1966 untuk mengenang jasa Panglima Besar Jenderal Sudirman. Kondisinya benar-benar sangat memprihatinkan. Terlihat coretan-coretan tangan-tangan jahil yang terpampang di setiap sisi monumen yang berdiri kokoh di atas bukit tersebut.
Di tempat berdirinya monumen ini, dulu di tempat itu merupakan rumah bersembunyinya Jenderal Soedirman dari kejaran tentara Belanda. Setelah diketahui oleh tentara Belanda, lantas tempat persembunyian tersebut dibakar.
Monumen ini menjadi penanda sejarah peristiwa pengeboman Belanda atas Desa Bejiharjo. Pengeboman dilakukan karena desa tersebut merupakan rute gerilya Panglima Besar Jenderal Soedirman kala memperjuangkan kemerdekaan RI dari Agresi Militer Belanda.
Rute Jendral Soedirman meliputi daerah pesisir selatan Pantai Parangtritis di Kabupaten Bantul menuju Gunungkidul melalui daerah Panggang.
Dalam penyamarannya, Jenderal Soedirman mengendarai kuda dan berpakaian layaknya petani lengkap dengan caping dan sabit sehingga hampir tidak ada yang mengenali Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Kemudian perjalanan memutar hingga Wiladeg, Karangmojo dan singgah di sebuah ladang (lokasi sekarang tepat di belakang Balai Desa Wiladeg). Perjalanan dilanjutkan ke utara sampai di Gelaran hingga akhirnya sampai di sebuah rumah yang menjadi tempat persinggahan selama beberapa hari.
Namun, ternyata ada warga yang menjadi telik sandi (mata-mata) Belanda dan melaporkan keberadaan Panglima Besar jenderal Soedirman. Hebatnya, Panglima Besar Jenderal Soedirman dapat lolos dari sergapan.
Masyarakat sekarang tinggal menjaga, merawat dan menghormati jasa Pangsar Jenderal Soedirman. Yang disayangkan, tidak sedikit pun yang acuh dan peduli terhadap peninggalan sejarah tersebut Padahal, dari monumen yang bertuliskan “Peristiwa 10 Maret 1974”. Markas komando pemerintahan militer Kabupaten Gunungkidul yang terletak di Desa Gelaran diserbu dan dibakar oleh tentara kolonial Belanda” itu terkandung peristiwa bernilai sejarah.