Pangeran Sambernyawa merupakan pendiri Puro Mangkunagaran yang biasa dipanggil Raden Mas Said. Pangeran Sambernyawa merupakan anak dari Pangeran Arya Mangkunagara Kartasura dan Raden Ayu Wulan. Sejak usia 2 tahun, beliau sudah harus berpisah dengan ayahnya yang dibuang ke Srilanka oleh Belanda sebagai konsekuensi perlawanan yang dilakukan pada masa pemerintahan Raja Kartasura, Amangkurat IV (Paku Buwono I). Sejak muda, Pangeran Sambernyawa selalu menentang Belanda, khususnya yang berhubungan dengan kebijakan campur tangan Belanda di dalam sistem pemerintahan di Kartasura.
Sebagai pendiri Puro Mangkunegaran, Pangeran sambernyawa mempunyai ajaran Tridarma. Selanjutnya Tridarma ini menjadi pedoman warga Pura Mangkunengaran yang isinya sebagai berikut: rumangsa melu handarbeni; wajib ikut memiliki, wajib melu hangrungkebi, merasa ikut melindungi; mulat sarira hangrasa wani, setelah mawas diri, merasa berani untuk berbuat.
Pangeran Sambernyawa juga selalu memberikan pendidikan moral dan mental pada prajuritnya, yaitu: samakaton, adisana, adirasa, mangadg, tombak, kerangka tambur. Nasehat tersebut maksudnya sebagai berikut, Samakaton artinya, kesemua hal dapat terlihat apabila manusia mau datang menyepi di tempat yang indah.
Adi sana artinya tempat yang indah, apabila manusia beraní laku menyepi di tempat yang índah itu akan mendapatkan rasa yang indah pula yang akhírnya menimbulkan kemurnian di hati nuraninya. Adirasa artinya rasa yang indah.
Dalam hal 1, 2, 3 tersebut di atas kenyataannya apabila manusia sanggup berdiri (mangadeg – mendirikan imannya) kepada Yang Maha Kuasa seperti tegaknya piandel tersebut. Tombak atau piandel simbol kejayaan apabila ditambahkan dengan rasa suci, sunyi, kosong, kang hamengku hana yang dinisbatkan dengan kerangka tambur di Gunung Mangadeg.