Sebagai daerah hunian manusia, Gunungkidul memiliki sejarah panjang, meski letaknya berada pegunungan pesisir selatan. Ketika daerah-daerah lain seperti Surakarta, Yogyakarta, Surabaya dan Semarang sudah menjadi hunian yang ramai, Gunungkidul masih berupa hutan belantara seperti seorang putri yang tertidur lelap.
Berbagai gelombang manusia datang dan pergi sebelum menunjukkan tanda-tanda sebagai penghuni tetap yang berkesinambungan sebagaimana pada saat ini. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan keberadaan manusia tersebut yang ditemukan di gua- gua dan ceruk-ceruk di perbukitan karst. Kecenderungan manusia menempati Gunungkidul karena daerah pegunungan merupakan tempat suci kediaman para dewa. Kedatangan manusia pertama di Gunungkidul terjadi pada akhir periode Pleistosen.
Dari sekitar 460 gua karst di Gunungkidul, hampir setengahnya menjadi hunian manusia purba. Dari 72 gua horizontal di ujung utara Gunung Sewu, tepatnya di Kecamatan Ponjong yang terapit Ledok Wonosari di barat dan Ledok Baturetno di tỉmur, 14 gua di antaranya merupakarn bekas hunian manusia purba dan dua di antaranya sudah diekskavasi yaitu Song Bentar dan Song Blendrong. Di ceruk Song Bentar yang pernah menjadi hunian Homo sapiens ditemukan delapan individu yang terdiri dari: 5 dewasa, 2 anak-anak dan 1 bayi juga ditemukan alat-alat batu seperti batu giling, beliung persegi dan mata panah. Sementara di Song Blendrong ditemukan banyak tulang, peralatan batu, tanduk dan serut kerang yang berserakan di lantai ceruk.
Selain itu, di Gua Seropan di Kecamatan Semanu juga ditemukan bukti keberadaan manusia purba suku Jawa. Di lorong lama gua itu banyak ditemukan cetakan tulang purba di dinding-dinding lorong. Sementara di lorong baru, yang berada pada kedalaman 60 m dan baru muncul setelah terjadinya banjir di sungai bawah tanah tahun 2008, ditemukan potongan tulang kaki, gigi dan rusuk mamalia.