Pada tahun 1970-an, keberadaan kesenian tari Kethek Ogleng ini terdapat di tiap-tiap kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut ditandai dengan keberadaan sanggar-sanggar kesenian Kethek Ogleng. Menurut sejarah, pementasan Kethek Ogleng ini sudah ada di Gunungkidul kira-kira sebelum zaman kemerdekaan. Sebab, Kethek Ogleng yang berkembang di wilayah Semanu sudah ada semenjak 1935.
Lalu dari Semanu, kesenian rakyat ini berkembang di daerah Tepus, Wiladeg, Semin, serta beberapa wilayah lain di Gunungkidul. Kesenian Kethek Ogleng melalui masa surut ketika orde baru, saat banyak alternatif pertunjukkan sudah mulai beragam dan semakin surut kira-kira tahun 2000-an. Pembangunan sanggar dan grup tari menjadi upaya untuk mengembangkan kembali kesenian rakyat ini.
Kethek Ogleng berasal dari kata “Kethek” yang artinya tokoh sakti dan suka berlagak. Secara menyeluruh, dalam bahasa Jawa punya istilah yang tepat untuk mendeskripsikan ‘Kethek Ogleng’ yakni berlagak atau gumeleng. Karakter Kethek yang gemar berlagak, tercermin pada masing-masing tindakan dan sikapnya yang berwujud dialog serta gerak tari. Sosok kera punya kedudukan istimewa di dalam seni pertunjukan tanah air. Di dalam wiracarita Ramayana bisa kita jumpai satria juga berwujud kera, yakni Anoman. Tetapi sosok Kethek Ogleng ini lebih bersikap antagonis.