Rencana Bupati Endah Gunakan Bangsal Sewoko Sebagai Rumah Aman Korban Kekerasan

GUNUNGKIDUL,-– Bupati Gunungkidul, Endah Subekti Kuntariningsih akan menggunakan salah satu bangunan di Kompleks Bangsal Sewoko Projo sebagai rumah dinasnya. Hal ini karena untuk mempermudah dirinya dalam melayani masyarakat.

“Iya, rencana kami akan tinggal di Sewokoprojo. Saya terinspirasi bangunan ini adalah cagar budaya, kalau kami tempati, kami rawat untuk melestarikan budaya pasti akan terawat dengan baik,” kata Endah Subekti Kuntariningsih.

Sejak beberapa waktu lalu, sejumlah persiapan seperti renovasi dan penambahan kelengkapan telah dilakukan. Nantinya setelah semuanya siap, ia akan pindah atau boyongan dan menempati bangunan tersebut.

Selain itu, nantinya di Bangsal Sewoko Projo ini juga akan digunakan sebagai safe house atau rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Rencana ini tentu memiliki berbagai alasan yang mendasar dan sebagai bentuk keprihatinannya atas kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Gunungkidul yang sangat tinggo.

“Pertimbangannya karena selama ini pemerintah Kabupaten Gunungkidul belum bisa membangunkan gedung rumah aman untuk perempuan dan anak korban kekerasan. Padahal kasus kekerasan perempuan dan anak itu banyak sekali, selama saya menjabat sebagai Ketua DPRD banyak sekali laporan mengenai kasus kekerasan, termasuk saya adalah salah satu yang berjuang untuk Perda Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Gunungkidul,” sebutnya.

“Saya ingin memberikan ruang yang nyaman bagi korban kekerasan untuk mereka berkeluh kesah curhat mencari solusi dan pendampingan untuk menghilangkan rasa ketakutan atau trauma mereka. Selama ini Gunungkidul belum memiliki ruang khusus bagi mereka,” tandas Endah.

Kondisi di lapangan sendiri, kasus kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten Gunungkidul sangatlah tinggi. Kasus ini layaknya gunung es, yang terlihat datar di luar namun di dalamnya kasus semacam ini banyak terjadi di kalangan masyarakat.

Di awal tahun 2025 ini saja misalnya, terhitung dari bulan Januari sampai Februari, Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Gunungkidul mencatat ada 29 kasus kekerasan yang dilaporkan ke pemerintah. Rinciannya yaitu, 11 kasus kekerasan perempuan, 7 kasus kekerasan terhadap anak perempuan, dan 11 kasus kekerasan pada anak laki-laki.

Sedangkan data di tahun 2024, tercatat ada 140 aduan kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak baik perempuan maupun laki-laki.

Sekretaris Dinsos PPPA Gunungkidul, Nurudin Araniri mengatakan, kekerasan pada anak ada berbagai hal baik kekerasan verbal dan non verbal. Penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicunya. Anak-anak belum bisa mengendalikan emosinya, sehingga saat melihat hal baru di media sosial mereka akan terpengaruh dan mempraktekkannya.

Pihaknya menyambut baik atas rencana Bupati Gunungkidul untuk menjadikan Bangsal Sewoko Projo menjadi rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan. Sehingga para korban ini memiliki ruang tersendiri untuk mengungkapkan apa yang mereka alami dan rasakan selama ini.

Selain itu kemauan dan keberanian para korban untuk angkat bicara dan melaporkan ke penegak hukum dapat meningkat, sehingga mereka mendapatkan keadilan dan perlakuan yang sama.

“Tentu kami sangat mendukung program bupati atas hal itu. Kami siap untuk sama-sama menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, memberikan perlindungan maksimal mungkin kepada mereka,”ternak Nurudin Araniri.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, berbagai upaya pencegahan telah dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan pihak kepolisian dalam hal ini Unit PPA, lembaga tertentu yang berkaitan dengan pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak, kader-kader kemasyarakatan dan lain sebagainya.

Upaya yang dilakukan yaitu dengan dibukanya saluran pengaduan bagi korban kekerasan. Dari situ, tim yang telah terbentuk oleh pemerintah akan turun tangan dengan memberikan pendampingan terhadap korban baik secara psikolog klinis hingga tenaga sosial.

Namun sayangnya, kendala terbesar yang dihadapi oleh pemerintah serta kepolisian yaitu minimnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan hal semacam ini ke pihak berwenang.

“Mudah-mudahan dengan rencana dan langkah konkrit yang dilakukan oleh pemerintah termasuk terobosan dari bupati ini dapat mendorong masyarakat untuk bisa membuka suara atas kasus kekerasan perempuan dan anak,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *