INIGUNUNGKIDUL,– Gunungkidul menyimpan cerita kehidupan masa lalu yang penuh kenangan. Kehidupan tradisional di desa-desa menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah yang melekat di hati masyarakatnya.
Bayangkan suasana di pagi hari, ketika suara kentongan bertalu-talu memanggil warga untuk berkumpul. Di masa lalu, kentongan adalah alat komunikasi utama, menggantikan telepon dan pesan instan. Setiap pukulan memiliki makna tertentu, mulai dari ajakan kerja bakti hingga peringatan adanya bahaya.
Di dapur-dapur tradisional, ibu-ibu sibuk memasak dengan tungku kayu bakar. Aroma khas masakan, seperti tiwul, sayur lodeh, dan geblek, memenuhi rumah. Proses memasak yang sederhana tetapi penuh kehangatan ini mencerminkan kedekatan keluarga yang erat.
Kehidupan anak-anak juga sangat berbeda dengan sekarang. Mereka bermain gobak sodor, egrang, atau layangan di hamparan sawah tanpa batas. Kebahagiaan mereka tidak tergantung pada gadget, melainkan pada kebersamaan dan kreativitas. Setiap permainan memiliki nilai-nilai kerja sama dan kebersamaan yang mendalam.
Malam hari menjadi waktu berkumpul. Di bawah cahaya lampu minyak atau bulan purnama, para sesepuh sering menceritakan dongeng-dongeng penuh hikmah. Cerita tentang legenda Nyi Roro Kidul, Rara Lembayung atau kisah Demang Wanapawira serta asal-usul nama desa-desa di Gunungkidul menjadi hiburan sekaligus pelajaran hidup bagi generasi muda.
Kini, meskipun kehidupan modern telah merambah desa-desa di Gunungkidul, jejak tradisional ini tetap hidup. Banyak masyarakat yang dengan bangga melestarikan tradisi, mengajarkan permainan tradisional, dan menggunakan cara hidup yang ramah lingkungan. Kisah-kisah ini mengingatkan kita bahwa kehidupan sederhana memiliki keindahan dan kebijaksanaan tersendiri.