Jemparingan, Olahraga Tradisional Khas Kerajaan Mataram Yang Terus Diperkenalkan ke Generasi Muda

GUNUNGKIDUL,– Jemparingan merupakan olahraga tradisional khas Kerajaan Mataram yang sejak ratusan tahun lalu telah dimainkan oleh keluarga dan kerabat dari keraton. Dalam olahraga ini, baik gerakan maupun alat yang digunakan ada banyak sekali makna dan filosofinya.

Kepala Kundha Kabudayan Gunungkidul, Jemparingan berasal dari kata Jemparing yang berarti manah atau memanah. Jemparingan berbeda dengan olahraga panah. Dari cara mainnya saja berbeda, pada jemparingan pemegang panah atau busur duduk bersila. Kemudian pemanah jemparingan juga tidak membidik dengan mata, akan tetapi memposisikan busur di hadapan perut sehingga bidikan didasarkan pada perasaan pemanah.

Gaya memanah ini sejalan dengan filosofi Jemparingan yakni pamenthanging gandewa pamanthening cipta. Artinya membentangnya busur seiring dengan konsentrasi yang ditujukan pada sasaran yang dibidik.

“Jika diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari memiliki makna manusia yang memiliki cita-cita hendaknya berkonsentrasi penuh pada cita-citanya agar dapat tercapai,” ucap Kepala Kundha Kabudayan Gunungkidul, Chairul Agus Mantara.

Belum lagi, di masing-masing piranti atau peralatan jemparingan juga memiliki makna dan filosofi tersendiri. Dulunya, olahraga ini hanya dilakukan oleh keluarga serta kerabat keraton saja, namun seiring berkembangnya waktu masyarakat umum pun mulai dikenalkan serta melakukan   Jemparingan untuk mengolah rasa.

Sayangnya, meski telah dikenalkan ke masyarakat umum tak banyak yang mengetahui olahraga ini. Utamanya adalah para generasi muda dan milenial. Sebagai upaya untuk mengenalkan kembali, maka Kundha Kabudayan Gunungkidul menggelar even rutin untuk Jemparingan ini.

“Kegiatan yang akan kami coba dukung talenta-talenta dari Gunungkidul dibidang olahraga tradisional ini,” terang dia.
Ia menambahkan, dinas telah menggagas selama tiga tahun untuk menjadikan Jemparingan ini destinasi wisata kebudayaan. Sebab potensi jemparingan ini luar biasa besarnya, baik dari segi budaya olahraga dan lainnya.

“Saya rasa kalau dikolabirasikan dengan destinasi wisata yang ada di Gunungkidul akan memberikan multiple efek perkembangan ekonomi di Gunungkidul,” tandas dia.
“Di obyek-obyek wisata ini sudah mulai muncul ada tempat yang digunakan untuk Jemparingan, dan ini menjadi semangat kita bersama untuk melestarikan olahraga tradisional Jemparingan ini,” imbuhnya dia.

Informasi yang diterima oleh Kundha Kabudayan, ada beberapa kapanewon yang masih terus melestarikan jemparingan diantaranya Ngawen, Semin, Karangmojo dan Wonosari.
“Harapan kami generasi muda mengetahui olahraga tradisonal yang dimiliki DIY ini. Mereka turut melestarikan dan ada regenerasinya. Akan kami olah kembali dan perkenalkan ke pelajar ataupun anak muda,” pungkas dia. (*)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *