monumen

Melongok Berdirinya Monumen PHB AURI PC-2 di Gunungkidul Yang Memiliki Sejarah Tersendiri

GUNUNGKIDUL,— Kabupaten Gunungkidul memiliki rentetan sejarah pada masa usai Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Meski telah mendeklarasikan kemerdekaannya, Indonesia masih harus berjuang melawan bangsa asing yang ingin merebut negara dengan kekayaan alam yang luar biasa ini.

Salah satu peperangan yang terjadi yaitu melawan sekutu dan Belanda di tahun 1949, dimana bangsa Indonesia kembali berperang agar Ibukota Negara yang berada di Yogyakarta dapat kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan benar-benar lepas dari penjajah. Gunungkidul merupakan salah satu daerah bersejarah pada masa perlawanan yang disebut dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

Dimana, Tentara Nasional Indonesia (TNI) berperang sekitar 6 jam lamanya melawan bangsa asing yang ingin berkuasa di negara yang baru saja merdeka itu. Meski juga dilakukan perundingan dengan berbagai pihak dan disertai gencatan sejata atau peperangan akhirnya jerih payah dan peluh para TNI untuk mempertahankan Ibukota Negara membuahkan hasil.

Kabar gembira yang menyatakan TNI masih ada dan berhasil merebut Ibukota Negara di Yogyakarta ini pun disiarkan melalui saluran radio yang didirikan di Padukuhan Banaran, Kalurahan Playen, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul. Stasiun yang menyiarkan ke seluruh penjuru Indonesia maupun keluar negeri tersebut didirikan oleh Boedihardjo bersama dengan anak buahnya di rumah Prawirosentono.

“Pada saat itu ada beberapa opsi lokasi pendirian stasiun radio ini. Komandan Boedihardjo memilih alternatif di rumah Prawirosentono yang merupakan nenek saya ini untuk pendirian stasiun radio,” kata Sutaryo (60) pengurus bangunan Monumen Stasiun Radio AURI PC-2.

Menurutnya adaa beberapa pertimbangan dipilih rumah berbentuk limasan dan kampung tersebut sehingga digunakan untuk pendirian stasiun radio dan markas TNI di Gunungkidul. Rumah ini tergolongstrategis apabila Belanda datang tidak terlalu terlihat karena rumah ini seperti berada di gerumbul (hutan), pagarnya tinggi dan banyak pepohonan. Sehingga apabila Belanda datang, para TNI bisa langsung kabur ke hutan baik sisi barat maupun selatan dan timur.

Di tanggal 7 Maret 1949, kabar mengenai Indonesia berhasil melawan Belanda tersebut disiarkan ke beberapa negara asing, salah satunya sampai di Perwakilan RI di PBB yang berada di Amerika Serikat, dengan begitu membuktikan bahwa Indonesia masih ada dan Merdeka. Siaran yang dilakukan adalah saat tengah malam yaitu pukul 02.00 WIB intuk mengantisipasi Belanda yang kemudian datang.

“Dulu itu kalau mau siaran harus ada yang memanjat pohon kelapa di samping itu untuk meletakkan antenanya, seletah selesai terus dilepas. Kemudian peralatan lainnya seperti alat siaran dan pembangkit listriknya kubut di tungku api di dapur ini kemudian ditutup kayu bakar,” jelas dia.

“Setelah semuanya dirasa aman pada saat itu seluruh piranti siaran diamankan. Dan untuk sekarang disimpan di Monumen Jogja Kembali,” tandas dia.

Sebagai bentuk penghargaan kepada keluarga Prawirosentono, di tahun 1984 dibangunlah sebuah monumen untuk memperingati bagaimana berjasanya keluarga ini dan para anggota TNI untuk mempertahankan Ibukota Negara yang berada di Yogyakarta. Monumen Stasiun Radio PHB AURI PC-2 dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, selain itu juga dibangun sebuah taman kanak-kanak yang diberi nama TK 1 Maret, Banaran, Playen.

Sebagai bentuk pengabdian kepada negara, bangsa dan generasi penerus, keluarga Prawirosentono ini mewakafkan tanahnya seluas 4000 meter beserta rumah bersejarah untuk monumen dan sekolah ini.

Hingga saat ini, bangunan tersebut masih terawat dengan baik. Beberapa kali digunakan untuk pameran, di dalam rumah tradisonal tersebut juga terpajang sejumlah lukisan dan foto-foto di masa itu. Sekolah yang berada tepat di depan monumen juga masih digunakan sebagaimana fungsinya. Di lokasi ini banyak pepohonan besar yang rindang.

“Banyak yang kesini seperti pelajar SMA, SMP, dan mahasiswa yang kesini untuk belajar sejarah dan membuat skripsi atau tugas. Bahkan sering pula orang asing dari berbagai negara yang juga berkunjung,” pungkas Sutaryo.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *