GUNUNGKIDUL, — Warga Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul menyelenggarakan upacara adat Nyadran Gunung Gentong, Selasa, 23 April 2024. Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Gunungkidul melalui Bidang Adat Tradisi Lembaga Budaya dan Seni turut hadir pada kegiatan yang berada di Padukuhan Manggung tepatnya di kaki Gunung Genthong itu.
Pemangku adat menjelaskan, nyadran atau sadranan merupakan rangkaian ritual tradisi budaya masyarakat Kalurahan Ngalang sebelum tradisi rasulan digelar. Nyadran merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa berwujud kenduri dengan sesaji panggang, tumpeng palawija. Isinya berupa ayam bakar, tumpeng dan hasil bumi warga masyarakat
Dalam acara ini, masyarakat Kalurahan Ngalang berbondong-bondong mendatangi lokasi nyadran. Acara ini dibuka dan diisi dengan pemaparan dari pemangku adat mengenai legenda Gunung Genthong yang hingga saat ini masih dipercaya masyarakat sekitar.
Konon, berawal dari runtuhnya Kerajaan Majapahit, Raden Patah yang merupakan putra dari Raden Brawijaya V mengajak ayahnya untuk masuk Islam. Namun, Raden Brawijaya V menolak dan memutuskan untuk pergi dari kerajaan.
Dalam perjalanannya, ia singgah di Gunung Genthong. Perginya Brawijaya hanya membawa klangenan (hewan piaran yang ia sukai) berupa perkutut putih, kuda sembrani, anjing beserta beberapa abdinya. Ketika Raden Patah mendengar bunyi perkutut Brawijaya dia melempar padasan yang disebut genthong ke arah gunung ini sehingga gunung ini dinamakan Gunung Genthong. Hingga kini terdapat sebuah Genthong yang ada di puncak gunung tersebut.
Upacara adat Nyadran Gunung Genthong membawa berkah bagi warga Kalurahan Ngalang. Banyak yang berjualan di sepanjang jalan masuk menuju lokasi nyadran tersebut. Warga memanfaatkan moment tahunan tersebut untuk mencari pundi-pundi rupiah.