lidah buaya

Permen Lidah Buaya Asal Gunungkidul Disukai Wisatawan

GUNUNGKIDUL,– Marcus Nanang Setyawan, pemuda asal Padukuhan Ngijorejo, Kalurahan Gari, Wonosari, Gunungkidul ini barangkali dapat menjadi contoh. Ia pantas disebut tangguh. Pada usia 26 tahun, dirinya dengan gigih berhasil membudidayakan tanaman lidah buaya atau aloevera. Selanjutnya, keberhasilan juga ia peroleh yakni mampu membuat olahan berbahan lidah buaya hingga laris di pasaran.

Produk unggulan Nanang berupa permen Lidah Buaya. Permen dengan brand Mavera pun laris di pasaran. Adapun pasar utamanya yakni wisatawan.

Dia bercerita, penanaman Lidah Buaya pertama kali dilakukan tahun 2017. Mulanya dia tertipu. Penanaman itu merupakan tawaran seseorang yang berjanji akan mmbeli hasil panennya.

Saat panen tiba, pihak yang menawarkan kerjasama menghilang bak ditelan bumi. Jangankan membeli hasil panen, diajak berkomunikasi saja tak pernah menggubris.

Ditengah keputusasaan, Nanagng bersama ibunya berniat mengolah Lidah Buaya dan menjualnya sendiri. Banyak literatur dia baca. Video Youtube tak jemu ia tonton.

Pertama kali dirinya lantas menjajal membuat permen. Hasilnya ia dan keluarga cicipi sendiri. Setiap kali rasa permen dinilai kurang pas, Nanang mengulangi lagi membuat permen. Ada takaran bahan yang diubah. Begitu terus berkali-kali dilakukan.

Setelah dirasa layak, permen dia bagi ke tetangga untuk dimintakan testimoni. Gigih dia mencoba hingga berkali-kali.

Dengan daya upaya yang tak kenal menyerah, rasa permen telah sesuai yang diharapkan. Nanang segera memberanikan diri untuk menjualnya ke pasar. sasaran utama yang dipilih yakni wisatawan. Agar sampai ke tangan wisatawan, Nanang mencoba mengajak kerjasama penyedia oleh-oleh di wilayah Gunungkidul dan Yogyakarta.

Siingkatnya, permen bikinan Nanang yang mengusung tema ‘kesehatan’ mendapat tempat di hati konsumen. Bahkan, toko oleh-oleh di Yogyakarta memesan ulang berkali-kali.

“Kalau sekarang sudah banyak (penyedia oleh-oleh) yang langganan,” kata Nanang saat ditemui belum lama ini.

Dalam sebulan, Nanang menghabiskan sebanyak 300 kilogram bahan baku. Sebuah pencapaian yang sebelumnya tak terpikirkan olehnya.

“saat ini saya sudah produksi rutin,” tukasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *