GUNUNGKIDUL,– Berawal menekuni hobi fotografi, Agus Setyawan (32) kini menjadi salah satu fotografer manten (pengantin) yang handal dan laris manis jobnya. Dalam sebulan, saat ini setidaknya ada 4 – 5 pekerjaan borongan motret acara manten atau foto pra-pernikahan (prewedding photo). Belum lagi pada “bulan-bulan baik” di mana masyarakat mengadakan hajatan nikahan, Agus terkadang harus menerjunkan 2 atau 3 tim kerja, karena ada yang meminta jasa pemotretan dalam waktu bersamaan.
Dia memang sejak lama menekuni hobi memotret. Sekarang dia mengaku hobinya benar-benar berbuah manis. Usahanya tak mudah, Jhody hanya memotret dari kamera pinjaman. Pertama bisa beli kamera Canon 500D, itu pun dengan nyebrak alias hutang sana-sini. Dari job yang dikerjakan, sedikit demi sedikit mampu membeli kamera, lensa, dan peralatan lainnya.
Jhody yang menyelesaikan sarjana ekonomi di Universitas Gunung Kidul ini mengaku memang tidak bercita-cita menjadi pegawai negeri. Ia ingin menjadi pekerja swasta atau wirausaha yang bebas berkreasi. Sekarang, “Jhodytography” menjadi merek jasa fotografi yang ia jalankan.
Sebelumnya dia pernah kerja serabutan. Anak seorang sopir dan penjual makanan di Pasar Hewan Munggi Semanu ini mengaku bekerja setelah selesai sekolah. Membantu orang tua berjualan di pasar, pernah pula bekerja menjadi penjaga Warnet di Semanu. Di sela-sela pekerjaan tersebut, bapak dua anak ini belajar fotografi bersama dengan teman-teman di komunitas Gunungkidul Photography.
Jhody mengaku, dari teman-teman di komunitas tersebut bisa banyak belajar memotret. Awalnya memotret apa saja, kemudian sering bersama-sama hunting foto ke berbagai tempat yang menarik. Pada akhirnya, Jhody menekuni memotret orang atau istilahnya fotografi model. Ia mengaku, keberaniannya menerima pekerjaan jasa memotret manten, prewedding, dan memotret dokumentasi kegiatan itu berasal dari kepercayaan diri dan gemblengan rekan-rekan komunitas.
Jhody berkisah, pertama kali menerima bayaran sebagai pekerja fotografi pada tahun 2012. Waktu itu ia diminta membantu pekerjaan memotret sebuah pesta pernikahan di Gunungkidul. Saat ia masih menjadi asisten fotografer. Dia membantu mempersiapkan dan mengatur peralatan yang akan digunakan oleh fotografer. Dari situ perlahan belajar bagaimana fotografer bekerja, bagaimana sikap sebagai fotografer, bagaimana bekerja sama dengan orang lain serta bagaimana harus bekerja sebaik mungkin.
Dari pengalamannya menjadi asisten fotografer tersebut, kemudian muncul keberanian Jhody untuk mencoba menawarkan diri sebagai fotografer pernikahan kepada kenalan sebayanya yang akan menikah. Bermodal kamera Canon 500D dan peralatan seadanya miliknya, ia memberanikan menjual jasa sebagai fotografer pernikahan. Pada waktu pertama kali menawarkan jasa pemotretan, Jhody menawarkan tarif sebesar Rp125 ribu per roll atau per 40 gambar. Waktu itu minimal pemesanan 2 roll. Jadi, dengan harga Rp250 ribu, pelanggan sudah mendapatkan 2 album foto dokumentasi pernikahan.
Pengakuannya, harga asa foto yang dipatok paling murah di antara teman-teman fotografer manten di Gunungkidul. Dia sadar, selain masih dalam tahap belajar, dia baru merintis membuka jasa dokumentasi. Meski murah, ternyata pelanggan benar-benar mempercayakan dokumentasi peristiwa penting mereka. Pengakuannya, setelah melalui beberapa job, para pelanggan puas dengan hasil pekerjaannya. Hal itu membuatnya menjadi percaya diri menekuni pekerjaan ini. Jhody tak berhenti belajar. Pelan-pelan ia berani menaikkan tarif jasa pemotretan. Seiring waktu dan meningkatnya rejeki dari nge-job, Jhody juga menambah dan meningkatkan ‘kelas’ kamera dan perlengkapannya.
Boleh dibilang, pada saat ini Jhody sudah memiliki perlengkapan fotografi yang memadai. Saat ini Jhody memiliki 3 set kamera dengan lensa premium berikut perlengkapan fotografi komplit yang siap untuk nge-job 3 pekerjaan berbarengan. Artinya, Jhody saat ini dapat menerima 3 pekerjaan secara bersamaan. Untuk memenuhi pekerjaan yang berbarengan waktunya, ia mengajak rekan-rekannya menjadi fotografer pernikahan di bawah pengelolaannya.
Menurut Jhody, para pelanggan yang mempercayakan jasa fotografi kepadanya rata-rata merupakan generasi muda perantau asal Gunungkidul yang melangsungkan pernikahan di daerah asalnya. Selain dokumentasi pelaksanaan pernikahan, biasanya mereka juga meminta jasa foto prewedding. Jhody jeli menangkap peluang pasar pelanggan, ia benar-benar memanfaatkan jejaring medsos, utamanya instagram dan facebook untuk menggaet pelanggan.
Justru dari instagram dan facebook-lah dia banyak mendapatkan permintaan untuk memotret pernikahan atau prewed. Para perantau muda asal Gunungkidul terhubung lewat tawaran lewat kedua medsos tersebut. Ketika mereka melihat hasil potretan, mereka tertarik. Di medsos dia juga tawarkan paket-paket jasa pemotretan, sehingga pelanggan bisa memilih mana yang sesuai dengan kebutuhan.
Untuk paket jasa pemotretan pernikahan, saat ini Jhody menawarkan 3 paket pemotretan. Rentang penawaran harga dalam kisaran Rp4,5 juta sampai Rp9 juta. Paket 1: Paket Hemat berupa dokumentasi foto dan video dengan hasil album foto dan dokumentasi video dokumentasi pernikahan. Paket 2: Paket Medium berupa dokumentasi foto dan video dengan hasil wedding-book dan video dokumentasi pernikahan. Paket 3: Paket Platinum berupa dokumenasi foto dan video dengan hasil wedding-book, video dokumentasi pernikahan, dan video wedding-clip special moment.
Dulu, jasa motret pernikahan itu yang paling utama ada 3, yaitu Fokus-Padang-Payu atau fotonya fokus, terang, dan laku. Tetapi dia melihat, para pelanggan saat ini memiliki selera yang beragam. Karena itu ia selalu melakukan editing yang up-to-date. Editing yang digemari atau lagi ngetrend saat ini. Ternyata inovasi yang dilakukan membuat para pelanggan puas. Dari situ pula ternyata para pelanggan merekomendasikan Jhody kepada teman-temannya untuk urusan dokumentasi foto.
Dari pemasaran secara online yang menjangkau para perantau asal Gunungkidul, Jhody mengungkapkan, pasar pengguna jasa fotografi ternyata justru dominan di wilayah Patuk, Nglipar, Panggang, dan Girisubo. Sementara untuk untuk wilayah Wonosari dan Semanu dan lainnya, ia mengaku masih jarang mendapatkan job secara langsung.