Kesenian Jathilan juga populer di Gunungkidul. Kesenian ini menyatukan antara gerakan tari dengan hal magis.
Kesenian yang juga sering disebut dengan nama jaran kepang atau jaran dor ini dapat dijumpai di desa-desa di wilayah Gunungkidul, juga di daerah-daerah lain. Pagelaran ini dimulai dengan ” tari-tarian dan uniknya tidak memerlukan panggung, hanya membutuhkan tanah yang cukup lapang.
Keberadaan sound system pun baru ada akhir-akhir ini. Pada zaman dahulu, jathilan adalah kesenian praktis dan ekonomis. Bagi seniman, menjadi seorang jathilan tidak bisa dijadikan penghasilan, karena seberapa pun besarnya tanggapan dari pemilik hajat, akan habis dibagi untuk para pemain yang jumlahnya mencapai puluhan orang. Dengan demikian kesenian ini murni kesenian rakyat yang alami.
Pada rangkaian pertunjukan penari bak kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan. Di saat para penari bergerak mengikuti irama musik dari jenis alat musik gamelan seperti saron, kendang dan gong ini, terdapat pemain lain yang mengawasi dengan memegang pecut atau cemeti.
Pemain yang bertugas mengawasi itu adalah terpenting dan punya peran vital dalam jathilan. Dia adalah dukun dan yang mengendalikan roh halus yang merasuki para penari yang umumnya menggunakan kuda kepang.
Para penari juga melakukan atraksiatraksi berbahaya yang terkadang sulit dinalar oleh akal sehat. Di antaranya adalah mereka dapat dengan mudah memakan benda-benda tajam seperti silet, pecahan kaca, atau bahkan lampu tanpa terluka atau merasakan sakit.
Ketika mereka dilecuti dengan cambuk atau cemeti pun, tubuh mereka tidak memar atau tergores. Group seni jathilan yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul cukup banyak. Bahkan hampir tiap desa terdapat kelompok seni Jathilan.