Campur Sari Musik Asli Gunungkidul

CSGK atau Campursari Gunungkidul pernah booming pada era 1993 sampai 2005an. Masa-masa itu CSGK mengalami puncak kejayaannya. Genre musik campuran pentatonik (gamelan) dan diatonik (musik barat) ini boleh dikatakan telah diterima khalayak luas dan mampu menembus seantero Nusantara.
Istilah campursari dalam dunia musik Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum. Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat, atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen ‘asing’ ini ‘tunduk’ pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat: langgam Jawa dan gending.
Campursari pertama kali dipopulerkan oleh Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan pada sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan “”Maju Lancar””. Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) serta akhirnya dangdut. Pada dekade 2000-an telah dikenal bentuk-bentuk campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong (misalnya Kena Goda dari Nurhana), campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut (congdut, populer dari lagu-lagu Didi Kempot).

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *