Berkunjung ke makam Bupati Poncodirjo, kita akan disuguhkan pada kenyataan bahwa sejarah awal Kabupaten Gunungkidul tak lepas dari peranan para pelarian dari Kerajaan Majapahit. Pusat pemerintahan daerah pindah dari Kapanewon Ponjong ke Kapanewon Wonosari di era kepemimpinan Bupati Tumenggung Prawirosetiko.
Perpindahan tersebut terjadi ketika wilayah Kabupaten Gunungkidul dimasukkan ke dalam daerah kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat setelah sebelumnya berada dalam wilayah Kasunanan Surakarta Hadiningrat pasca Perjanjian Giyanti tahun 1755.
Dilihat dari segi fisik, di makam Bupati Poncodirjo terdapat perpaduan atau lebih tepatnya pergeseran kebudayaan, dari kebudayaan Hindu ke kebudayaan Islam. Pergeseran kebudayaan tersebut merujuk pada status Poncodirjo sebagai bangsawan dari Kerajaan Majapahit yang menganut ajaran agama Hindu, tetapi dilihat dari segi makamnya jelas menandaskan bahwa bentuk makam bupati ini bercorak Islam.
Pergeseran ini disebabkan karena jabatan bupati yang diberikan kepada Poncodirjo merupakan hadiah dari Kerajaan Mataram yang telah memakai agama Islam sebagai agama kerajaan, sehingga berdampak pula terhadap Poncodirjo sebagai kepanjangan tangan dari Kerajaan Mataram.
Lokasi makam Bupati Poncodirjo dapat diakses dengan kendaraan pribadi, baik roda dua maupun empat. Selain menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung juga dapat memanfaatkan sarana angkutan umum. Sampai dengan tahun 2008, makam Bupati Poncodirjo telah mengalami dua kali renovasi. Makam yang dibangun pada periode Islam ini cukup diistimewakan oleh penduduk sekitar yang menganggap bahwa Poncodirjo merupakan orang yang turut mengukir sejarah berdirinya Kabupaten Gunungkidul.