Kukusan Di Gunungkidul

Kukusan adalah alat untuk menanak nasi sebagai pasangan dari dandang. Selain untuk menanak nasi, kukusan juga digunakan untuk menanak thiwul sekaligus untuk mencetak bentuk gunungan. Kebiasaan untuk membuat thiwul dengan menggunakan kukusan bisa dijumpai di daerah Gunungkídul.
Hingga saat ini masih banyak dijumpai kukusan, baik di rumah tangga maupun di warung penjual alat-alat dapur. Alat dapur itu juga ditemukan di daerah-daerah lain di luar masyarakat Jawa. Tentu namanya juga berbeda. Produksi alat dapur kukusan biasanya di desa sentra anyaman bambu, antara lain Kalurahan Nitikan, Semanu, Gunungkidul dan Kalurahan Minggir, Kapanewon Minggir, Sleman. Keduanya berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kukusan juga sering digunakan untuk mencetak nasi tumpeng. Namun biasanya ukuran kukusan yang dipakai lebih kecil. Bahan untuk membuat kukusan adalah bambu apus, karena sifatnya lentur. Bambu jenis ori dan petung kurang cocok untuk membuat kukusan, karena terlalu tebal dan mudah patah. Bambu-bambu apus banyak tumbuh di daerah pedesaan atau di pinggir-pinggir sungai.
Pada perkembangannya, kadang-kadang kukusan digunakan untuk keperluan lain. Kita sering menjumpai mahasiswa baru yang mengikuti kegiatan Ospek atau orientasi kegiatan kampus, juga menggunakan kukusan sebagai salah satu atribut Ospek. Begitu pula ketika tujuh belasan, kukusan sering digunakan sebagai hiasan yang digantung di bambu ori yang terdapat di pinggir-pinggir jalan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *