Perkembangan agama Budha di Jawa Tengah termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta sudah berkembang pada abad VIII Masehi. Bukti perkembangan agama Budha yaitu berupa prasasti Kalasan yang berangka tahun 778 M. Prasasti ini menyebutkan adanya pembangunan bangunan suci untuk Dewi Tara (Jarabhawana). Bangunan suci untuk Dewi Tara tersebut adalah bangunan Candi Kalasan di Dusun Kalibening, Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tidak jauh dari Candi Kalasan, yaitu di situs Ratu Boko, Prambanan ditemukan prasasti Abhayagirivihara (714 Saka/792 Masehi) beraksara Prenagari dan berbahasa Sansekerta. Prasasti ini berisi pemujaan terhadap Avalokittesvara (Casparis dalam Ekawati, 1998).
Selain data prasasti, juga ditemukan data tertulis lain yang memuat ajaran agama Buddha Mahayana-Tantra, yaitu Kitab Sang Hyang Kamahayanikan. Kitab ini diperkirakan berasal dari abad VIII M hingga abad X M (Magetsari 1997, 26-34).
Arca Bodhisattwa Avalokiteswara dibeberapa candi diletakkan didalam bilik candi, hal tersebut bisa dijumpai pada bilik Candi Mendut dan bilik Candi Plaosan. Pada bilik Candi Mendut, arca Bodhisattwa Avalokiteswara bersama Vajrapani mengapit Cakyamuni (Kempers dan Soekmono, 1974:16). Pada Candi Plaosan, arca Bodhisattwa Avalokittesvara berada di bilik tengah candi induk selatan bersama Bodhisattwa Vajrapani. Kedua arca tersebut mengapit sebuah lapik yang seharusnya terdapat sebuah arca, namun arca tersebut sudah hilang sehingga tokoh yang berada di lapik tersebut tidak diketahui.
Perkembangan agama Budha di daerah Gunungkidul juga berkembang seiring dengan ditemukannya bangunan Candi Risan di Candirejo, Semin, Gunungkidul. Di lokasi Candi Risan tersebut juga ditemukan arca Budha yang ditengarai sebagai tokoh Bodhisattwa Avalokiteswara.