Tradisi Kirab Pusaka Pengkol

Yogyakarta sudah sangat identik dengan kebudayaan leluhurnya yang sudah turun temurun, seiring berjalannya waktu pun kebudayaan leluhur masih terus dilestarikan dan dijaga betul oleh masyarakat. Salah satu daerah keistimewaan Yogyakarta ini juga terus aktif dalam melestarikan kebudayaan leluhur, yaitu Gunungkidul. 

Gunungkidul juga memiliki nilai-nilai budaya yang cukup kental, walau sekarang ini daerah Gunungkidul lebih dikenal dengan destinasi wisata pantai nya yang eksotis, tidak membuat masyarakat sekitar melupakan budaya para leluhur yang sudah melekat dengan daerah ini. Salah satu nya adalah tradisi Kirab Pusaka Pengkol.

Malam satu Suro menjadi sebuah malam yang cukup sacral bagi warga Padukuhan Pengkol, Kalurahan Pengkol, Kapanewon Nglipar, Kabupaten Gunungkidul. Karena pada malam satu Suro, masyarakat Kalurahan Pengkol melakukan jamasan pusaka setempat, dan mengaraknya ke makam leluhur. Kegiatan seperti ini sudah diselenggarakan sejak dulu dan masih terus dilestarikan hingga sekarang. Di malam satu Suro dijadikan sebagai momen untuk membersihkan pusaka, doa bersama, dan tirakatan yang sifatnya wajib dilaksanakan agar terhindar dari hal-hal negatif.

Sebelum rangkaian tradisi dilaksanakan, warga akan melakukan doa bersama secara islami dengan tahlilan dan sholawatan diakhiri dengan santunan anak yatim, warga sekitar mengkolaborasikan menjadi sebuah rangkaian peringatan malam 1 Muharam atau malam 1 Suro.

Prosesi kirab dan Jamasan Empat Pusaka Kalurahan dilakukan di Rumah Budaya Kalurahan Pengkol, sehabis Isya dan diawali dengan dzikir bersama dipimpin tokoh agama setempat, lalu dimulai dengan doa menggunakan Bahasa Jawa, satu persatu tokoh adat di Padukuhan tersebut menerima pusaka dari juru kunci Rumah Budaya Pengkol. Setelah itu pusaka-pusaka tersebut diarak menuju pemakaman Ki Ageng Damar Jati untuk dijamasi atau dibersihkan menggunakan ramuan jeruk nipis. Usai dijamas, pusaka tersebut dibawa kembali ke Rumah Budaya.

Rangkaian prosesi dilanjutkan dengan membasuh tangan dan muka para abdi dalem dan juga masyarakat yang mengikuti prosesi ini menggunakan air yang ada di dalam gentong. Air tersebut diambil dari tujuh sumber petilasan Wali Songo dan diambil dalam satu waktu yang kemudian diawetkan.

Kegiatan sakral ini dilakukan bertujuan untuk melestarikan tradisi masyarakat yang berkembang selama ini, terkait dengan empat pusaka tersebut menunjukkan khasanah kekayaan budaya Jawa.

#ayokegunungkidul

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *